Minggu, 17 September 2017

Curahan Penumpang Kereta Api

      Sebagai orang yang introvert, aku memang lebih suka cerita-cerita lewat tulisan daripada berbicara. Entah itu cerita dari hal sepele maupun hal yang mengusik pikiran (selama itu bukan privasi). Salah satu medianya ya memang blog sih.

      Ya langsung aja ke inti dari tulisan ini. Jadi kemarin ceritanya aku habis pulang ke rumah karena memang ada acara keluarga (dengan terpaksa aku pun bolos kuliah). Nah pas balik lagi ke daerah rantau (re: Malang), aku naik kereta dan jarak stasiun ke kosku itu lumayan jauh. Biasanya aku gak pernah naik kereta sih, soalnya lama, 4-5 jam harus duduk terus. Jadi dari awal aku menjadi mahasiswa baru sampai sebelum semester ini, aku selalu naik bis, karena cuma butuh waktu 1-2 jam saja (walaupun harus menahan jalanan Malang yang berliku-liku).

      Kembali lagi ke cerita, jadi berhubung naik kereta adalah salah satu hal baru yang aku alami, aku sempat kagok, (re: canggung). Cara beli tiketnya aja sempat bingung karena harus ada tulis-menulisnya, padahal aku kira bisa langsung bilang ke loketnya. Cara cari tempat duduk pun awalnya lumayan bingung, soalnya kadang ada yang dudukin kalau di kelas ekonomi. Sepengalamanku pas naik kereta yang eksekutif sebelum-sebelumnya, tempat yang kita pesan gak bakal didudukin orang lain (ya iyalah, yang pesan jauh lebih sedikit daripada yang ekonomi). Jadi gak perlu takut ada yang dudukin. Beberapa waktu lalu, lebih tepatnya kemarin sih, tempat dudukku ada yang nempatin kan. Aku tegur itu ibu-ibunya, eh dianya nyolot kalau dia emang duduk di kursi itu. Aku kan yakin kalau aku gak salah gerbong maupun salah baca angka, ya nyolot balik. Ya udah, karena malas berdebat akhirnya aku ke perbatasan gerbong yang kebetulan ada petugasnya. Aku tanya deh, beneran gak sih ini kereta jurusan Malang? Dia-nya bilang bener. Ya udah, setelah mengucapkan terima kasih, aku balik lagi ke tempat ibu-ibu itu lagi untuk adu argumen ulang. Kebetulan emang wajahku yang kelihatan dingin dan judes waktu itu, aku berhasil menarik perhatian sekitar. Dan ternyata, sebelahnya ibu-ibu itu yang dari awal diam aja itu pelakunya. Dia dapat tiket berdiri, dan seharusnya tempat duduk itu punya ibu-ibu tadi. Ya akhirnya, kita suruh pergi itu mbak-nya. (Jujur, untuk berdebat di depan umum semacam itu adalah hal memalukan. Tapi ya gimana lagi, terkadang ada orang yang seenaknya sendiri sih.)

     Selama diperjalanan, aku memang menghabiskan waktuku dengan dengerin musik dan memikirkan sesuatu hal yang aku lihat di jendela (kebetulan tempat dudukku memang dekat jendela). Jadi gak begitu memperhatikan kalau tiba-tiba ibu di sebelahku itu sudah berganti orang. Walaupun di awal kita sudah berdamai, aku nggak terlalu banyak bicara dengannya. Ganti deh, ibu yang baru ini gak kalah bikin aku mengumpat terus. Namanya juga ibu-ibu, pastilah ribet juga. Dari awal datang udah jatuhin barang yang menyadarkan aku dari pikiran yang terus meng-korelasi sesuatu.  Ini sih gak masalah ya, tapi gak lama tiba-tiba kakinya diangkat di kursi dan duduk bersila. Lah otomatis kan makan tempat itu dan bikin aku mepet-mepet jendela. Setelah sekian lama, dia batuk-batuk gak ditutup dan dihadapkan ke aku. Iya dihadapkan ke aku. Kampret, nyebar virus itu namanya. Dari sini mulai ngumpat gak jelas aku. Semakin aku mepetin badanku ke jendela dan mulai nunduk di tas yang aku pangku.

     Gak hanya sampai sini aja, di waktu berikutnya, giliran bapak-bapak depannya yang kena perilakunya. Setelah puas bersila di kursi, kali ini giliran dia selonjorin kaki di kursi bapak-bapak yang ada dihadapannya. Gak tanggung-tanggung, satu kakinya itu ditaruh di atas paha bapak itu. Ya Allah gak habis pikir aku. Kelihatan sih kalau bapak itu risih, tapi sungkan mau negur. Aku pun diam, tapi tetap mengumpat dalam hati (lagi). Ya gimana lagi, dilihat dari wajahnya, ibu itu memang susah kalau mau ditegur.

     Pelajarannya, naik kereta api akan selalu berkesan. Karena kesabaran kita akan diuji di sana, selain itu akan banyak macam-macam orang yang berbeda dengan kita maupun orang-orang yang sering kita temui di suatu lingkungan. Menyenangkan iya, karena setiap naik kereta, saya selalu mendapatkan pelajan baru. Entah itu saling memaklumi, belajar sabar, atau cerita motivasi dari orang yang kebetulan berada di dekat saya.